Yang Berbakatlah yang akan dikenang

Pemilik Blog

Zainuddin

Tuesday 30 May 2017

On May 30, 2017 by zainuddin in    1 comment
Sejarah Karaeng Pattingalloang

Selasa, 30 Mei 2017 jam 10:59 di ruangan Laboratorium Komputer Pendidikan Teknik Elektronika UNM

Pada Kesempatan kali ini Saya akan mencoba membahas tentang sejarah Karaeng Patingalloang yang merupakan salah satu orang yang mempunyai sejarah yang sangat berpengaruh pada saat itu. 
 
Karaeng Pattingalloang
 Dalam Lontara Pa'pasanna Gowa, terdapat beberapa pesan Karaeng Pattingalloang yang walaupun usianya sudah mencapai ratusan tahun tetapi masih cocok diterapkan atau juga masih berlaku hingga saat ini. Diantaranya adalah pesan Karaeng Pattingalloang mengenai "lima sebab hancurnya sebuah negeri " yang terkenal itu, atau dalam bahasa Makassar "Lima Pammangjenganna Matena Butta Lompoa", juga pesan-pesan Karaeng Pattingalloang lainnya seperti halnya pesan mengenai  KATOJENGANG : "NIKANAYA KATOJENGANG SANGRAPANGI BULO SIPAPPA, NIONJOKI POKO'NA AMMUMBAI CAPPA'NA, NIONJOKI CAPPA'NA GIOKI POKO'NA". (Suatu kebenaran ibarat satu batang bambu, bila diinjak pangkalnya muncul pucuknya, demikian halnya bila di injak pucuknya akan muncul pangkalnya).
Makna dari pesan tersebut adalah bahwa kebenaran itu tidaklah bisa dikalahkan oleh kebatilan. Yang benar memang bisa menjadi salah dan yang salah bisa menjadi benar, tapi bagaimanapun pintarnya seseorang untuk melenyapkan (menutupi) suatu kebenaran suatu saat kebenaran tersebut akan muncul baik itu di tempat lain ataupun diwaktu lain. Meski ternoda oleh jalan-jalan kekejian tatkala kejahatan berkuasa. Pesan Karaeng Pattingalloang tentang "Katojengan" ini juga secara tidak langsung mengingatkan kepada kita bahwa kebenaran itu haruslah ditegakkan kapan dan dimana saja. Riwayat Singkat Karaeng Pattingalloang Karaeng Pattingalloang adalah seorang maha sarjana tanpa gelar dan titel Doktor namun diakui dan dipuji dimana-mana kecendekiawannya. Dia adalah I Mangadacinna Daeng Sitaba Sultan Mahmud, salah seorang putera dari Raja Tallo IV I Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Matoaya diantara 29 orang bersaudara. Karaeng Pattingalloang diangkat sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa (1639-1654) mendampingi Sultan Malikussaid, yang memerintah tahun 1639-1653. Menggantikan ayahandanya Karaeng Matoaya.
Perjalanan Pattingalloang
Pada saat ia menjabat sebagai Mangkubumi, Gowa telah menjadi sebuah kerajaan terkenal yang mengundang perhatian negeri-negeri lainnya. Tercatat bahwa kota/ bandar Makassar sebagai pusat ibu kota saat itu, telah berkembang menjadi bandar niaga yang amat ramai di kunjungi, baik oleh pedagang-pedagang kerajaan lain di Nusantara maupun oleh bangsa-bangsa asing. Dan malahan dianggap Malaka kedua sesudah Portugis menduduki Malaka (1511). Begitu pesatnya kemajuan yang dicapai Gowa, sehingga sekitar tahun 1615 penduduknya mencapai jumlah 100.000 jiwa, yang diantaranya terdapat ribuan orang-orang melayu, Arab, dan bangsa Eropa seperti Inggris, Portugis, Denmark, dan Belanda. Salah satu keistimewaan dari kepandaian Karaeng Pattingalloang yang mengagumkan, ialah kemampuannya menguasai dan berkomunikasi dalam beberapa bahasa Asing antara lain bahasa Portugis, Spanyol, Latin, Inggris, Perancis, Belanda dan Arab. Semua pendatang Eropa serempak memujinya, termasuk orang Belanda yang selalu bermusuhan dengan orang-orang Makassar. Alexander Rhodes, seorang misionaris Katholik di Makassar pada tahun 1646 menulis tentang Karaeng Pattingalloang, antara lain sebagai berikut : "Karaeng Pattingalloang adalah orang yang menguasai semua rahasia ilmu barat, sejarah kerajaan-kerajaan Eropa dipelajarinya, tiap hari dan tiap malam ia membaca buku-buku ilmu pengetahuan Barat.
Mendengarkan ia berbahasa Portugis tanpa melihat orangnya, maka orang akan menyangka, bahwa orang yang bercerita itu adalah orang Portugis totok dari Lisabon". Seperti ayahandanya yang amat gemar mempelajari ilmu pengetahuan, Karaeng Pattingalloang pun mewarisi semangat kecendekiawanan. Ia juga sekaligus merupakan sosok seorang ilmuwan. Menurut catatan Fride Rhodes, ia menghayati Tehnical Inovation Europe, dan ia merupakan orang Asia Tengggara pertama yang menyadari pentingnya matematika guna ilmu-ilmu terapan (Aplied Science).
Bukan hanya buku-buku yang gemar dikumpulkannya, tetapi juga pelbagai macam benda-benda yang penting untuk ilmu pengetahuan seperti globe (bola dunia), peta dunia dengan deskripsi dalam bahasa Spanyol, Portugis dan bahasa Latin, buku ilmu bumi, atlas. Karaeng Pattingalloang juga menyukai hadiah orang-orang asing mulai yang berupa kuda, antelope, gajah sampai senjata api, dan sebagainya. Pada globe yang terbuat dari tembaga, yang dihadiahkan oleh VOC kepada Karaeng Pattingalloang, penyair terkenal Belanda Jost Van Den Vondel pada masa itu, telah menaruh kalimat pujian bahwa beliau adalah "seorang yang otaknya selalu mencari-cari dan seluruh dunia terlalu kecil baginya". Pada tahun 1652 sebuah perahu Inggris menyerahkan teleskop "Galilean Prospechtive Glass" ciptaan Galilea kepada Raja Gowa Sultan Malikussaid, yang dipesan dan dibeli oleh Raja Sultan Alauddin sebelumnya, tahun 1653.
Demikian Karaeng Pattingalloang telah tampil sebagai seorang cendekiawan dan negarawan Kerajaan Gowa di masa lalu, ketika Gowa mencapai puncak kejayaannya. Diriwayatkan, Karaeng Pattingalloang kemudian wafat sebagai pejuang Kerajaan Gowa pada tanggal 15 September 1654, ketika ikut dalam barisan Sultan Hasanuddin melawan Belanda, ketika itu armada Kerajaan Gowa kembali dari Buton membebaskan daerah itu dari penguasaan Belanda. Sejak wafatnya, ia kemudian mendapat sebutan "Tumenanga ri Bontobiraeng". Putranya yang kemudian menggantikannya sebagai Mangkubumi ialah Karaeng Karunrung.


sumber : http://www.kompasiana.com/adilagaruda/katojengang-karaeng-pattingalloang_55001e4da333114f7550f953

1 comment:

  1. Admin, mungkin akan lebih menarik jika admin bisa menyajikan tulisan yg membah ttg kerajaan Gowa, dalam kaitannya dengan penyebaran islam di sulawesi, dari masuknya hingga penyebarannya.

    Terima kasih. 😅

    ReplyDelete